Sejak tahun 1999, RS Dr Soetomo Surabaya telah memiliki Poliklinik Obat Tradisional, kata Sutaryadi. Perkembangan produksi dan penggunaan obat tradisional pun setiap tahun semakin meningkat. Dalam tahun 2001 saja di Badan POM telah terdaftar
Cara-cara penggunaan tumbuh-tumbuhan sebagai obat sudah dikenal sejak zaman dahulu. Seperti catatan kuno Papyrus Ebers yang menyebutkan pada tahun 1550-1320 SM di Mesir telah ada sekitar 700 bahan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kemudian di Cina masa Kaisar Houang Ti (2698-2599 SM), tumbuhan dimanfaatkan sebagai obat penyembuh penyakit.
Bahkan Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran mengungkapkan dalam buku berjudul Corpus Hippocratum bahwa ia senantiasa menggunakan 230 macam tumbuhan dalam praktek pengobatan yang dilakukan.
Sedang di Indonesia sendiri, bukti pemanfaatam tumbuhan sebagai obat dapat dilihat dari relief di Candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) yang berasal dari tumbuhan. Bukti lainnya tercantum dalam berbagai naskah lama seperti Serat Primbon Jampi maupun Serat Racikan Boreh Wulang nDalem.
Sampai sekarang, penggunaan tumbuhan sebagai obat masih terus dilakukan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 80 persen penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan dengan pengobatan tradisional dan 85 persen pengobatan tradisional ini menggunakan tumbuhan sebagai obat.
Kecenderungan penggunaan tumbuhan sebagai obat juga terjadi di negara maju. Melalui Gelombang Hijau Baru (new green wave) tahun 1970-an muncul tren gaya hidup kembali ke alam yang ditandai dengan kemunculan berbagai toko makanan kesehatan seperti herbal tea.
Majalah Time edisi 10 Juni 2002 melaporkan bahwa perdagangan tumbuhan obat dan obat alternatif di AS pada tahun 2001 mencapai US$ 40 miliar. Dan tahun ini diperkirakan pemerintah AS harus menganggarkan dana sebesar US$ 220 juta khusus untuk penelitian obat alternatif. Di AS, beberapa obat yang berasal dari tumbuhan antara lain herbal drug, herbal medicine dan phytomedicine.
Sementara di Indonesia, saat ini diperkirakan ada sekitar 87 perusahaan pembuat obat tradisional dengan menggunakan bahan baku tumbuh-tumbuhan. Yang menarik, ada kecenderungan industri farmasi yang selama ini memproduksi obat dari senyawa sintesis yang dipakai oleh kedokteran formal, mulai meminati produk tumbuhan obat.
Kekayaan Hayati
Keanekaragaman hayati yang ada di bumi nusantara ini memang menjadikan Indonesia berpotensi sebagai produsen obat dari tumbuhan. Tak kurang 1000 jenis tumbuhan yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Menurut pakar farmasi dari Departemen Farmasi Institut Teknologi Bandung(ITB), Dr Asep Gana Suganda, tetap harus ada standarisasi untuk pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Di antaranya, harus tetap memperhatikan faktor-faktor seperti kontaminasi dan kontaminan potensial yang bisa mempengaruhi kualitas tumbuhan. �Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Swedia terbukti bahwa kontaminasi mikroba justru menyebabkan infeksi,� papar Asep.
Kontaminasi tumbuhan bisa berasal dari pestisida. Selama ini, penggunaan pestisida sangat longgar sehingga berisiko terhadap tumbuhan yang menjadi bahan baku obat. Kontaminasi juga dapat berasal dari residu paska panen serta logam beracun yang asalnya dari industri, emisi kendaraan bermotor maupun fungisida merkuri organik.
Menurut Asep, dengan standarisasi ini maka syarat kesehatan, keamanan, keselamatan, lingkungan maupun perkembangan iptek akan selalu diperhatikan bagi pengelolaan tumbuhan menjadi obat. Dengan adanya standarisasi maka tumbuhan obat memiliki prospek untuk dimanfaatkan di kalangan medis.
Sebenarnya telah ada beberapa rumah sakit yang memanfaatkan tumbuhan obat dalam proses perawatan medis. Ini dibenarkan oleh Direktur Pusat Informasi dan Pengembangan Obat Tradisional Universitas Airlangga Surabaya, Prof Dr Sutaryadi.
�Sejak tahun 1999, RS Dr Soetomo Surabaya telah memiliki Poliklinik Obat Tradisional,� kata Sutaryadi. Perkembangan produksi dan penggunaan obat tradisional pun setiap tahun semakin meningkat. Dalam tahun 2001 saja di Badan POM telah terdaftar dan disetujui 850 sediaan obat tradisional dalam berbagai bentuk. Mulai dari bentuk rajangan, serbuk bungkus, sachet, pil, tablet, kaplet, kapsul, sirup, balsem, salep hingga obat gosok.
Sementara itu, Kardiolog FK Universitas Indonesia Dr dr Fadillah Supari menyatakan perkembangan tumbuhan obat di kalangan medis sangat bergantung kepada stake holder yaitu Depkes, kalangan industri obat tradisional, RS, dokter, maupun perguruan tinggi serta kalangan masyarakat sendiri.
�Selama ini dokter memberikan obat yang telah terbukti khasiatnya melalui uji klinis. Sementara tumbuhan obat atau obat tradisional yang ada belum banyak yang telah diuji klinis,� jelas Fadillah. Berdasarkan identifikasi WHO, tumbuhan obat di Indonesia masih sebatas dapat ditolerir. Artinya tidak dilarang tapi belum dianjurkan untuk dimanfaatkan di kalangan medis.
Potensi tumbuhan obat sebagai alternatif pengobatan di kalangan medis bisa diawali melalui perubahan kurikulum pendidikan kedokteran di mana tumbuhan obat atau obat tradisional dimasukkan sebagai kurikulum inti yang diajarkan. Dengan cara ini maka pengujian secara klinis maupun ilmiah terhadap khasiat tumbuhan obat telah dimulai di perguruan tinggi.
Dengan pengujian ilmiah ini maka khasiat tumbuhan obat dapat dipertanggungjawabkan. Dan pada akhirnya tumbuhan obat dapat dipakai secara massal di puskesmas maupun rumah sakit.
Adanya tumbuhan obat ini akan menjadikan membubungnya harga obat tidak lagi dipersoalkan. Karena harga obat alternatif yang berasal dari tumbuhan dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
sumber situs hijau
0 Comment to "MENGINTIP PELUANG DAN Prospek Usaha Tanaman Obat"
Posting Komentar