Minggu, 20 Maret 2011

2 Tantangan Hadang Pengembangan Tanaman Biotek

Kementerian Pertanian (Kementan) menggarisbawahi setidaknya terdapat dua tantangan besar yang harus dicarikan solusinya oleh para pemangku kepentingan yang langsung terlibat dalam pengembangan tanaman biotek /rekayasa genetika atau Genetically modified or

Kementerian Pertanian (Kementan) menggarisbawahi setidaknya terdapat dua tantangan besar yang harus dicarikan solusinya oleh para pemangku kepentingan yang langsung terlibat dalam pengembangan tanaman biotek /rekayasa genetika atau Genetically modified organism (Gmo).

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurhti mengatakan, pemerintah menyodorkan dua tantangan besar dalam pengembangan tanaman biotek di Tanah Air. Pertama, proses transformasi sistem pertanian tidak menggantungkan pada beberapa perusahaan atau beberapa negara. Menurutnya, saat ini adopsi teknologi yang diterapkan masih dalam skala kecil.

"Namun, apabila dibutuhkan dalam skala besar, maka kita harus mengimpornya.Itu pilihan yang harus kita buat dan bagaimana caranya untuk mempercepatnya," terang Bayu di Jakarta, Selasa (15/3/2011) 

Tantangan kedua, sambung Bayu, berkenaan dengan keamanaan dan perlindungan kepada para petani juga terhadap perusahaan yang mengeluarkan benihnya. Merujuk pengalaman masa lalu, produk trangenik tidak luput dari ancaman pemalsuan bibit. Tindak pemalsuan bibit itu telah merugikan para petani dalam hal produksi. "Pihak perusahaan juga dirugikan karena barangnya dipalsukan orang lain," jelasnya.

Meski begitu, menurut dia, prinsipnya pemerintah menyambut positif terhadap pengembangan tanaman biotek di Tanah Air. Pasalnya, selama ini Indonesia sudah mengimpor hasil produksi tanaman biotek itu sepertihalnya jagung dan kedelai. "Kira-kira sekitar 80-90 persen kedelai yang kita impor itu Gmo, sudah beberapa negara yang sudah menggunakan benih Gmo, bahkan Eropa yang selama ini menentang penggunaan Gmo tapi beberapa negara sudah memanfaatkan teknologi ini," ujarnya.

Bayu menjelaskan, sebetulnya Indonesia sudah mengimplementasikan sistem teknologi pada gula dan jagung melalui hibridanya. Namun, untuk padi belum sampai mengadopsi sistem transgenik. Menurutnya, Indonesia membutuhkan terobosan teknologi baru. Sejak dirintis revolusi hijau seperti penggunaan benih, pupuk pada dekade 1970-an, praktis beluma ada terobosan teknologi pertanian baru. "Misalnya di Argentia, 100% pangannya sudah menggunakan teknologi Gmo," terang Bayu.

Ketua Dewan International Service for the Acquisition of Agri-biotech Applications (ISAAA) Clive James mengatakan, hingga kini 29 negara telah mengadopsi teknologi pertanian Gmo itu. Setidaknya 10 negara industri besar Amerika Serikat , Kanada, Australia dan Cina telah menerapkannya. Sementara, 10 negara lainnya merupakan negara berkembang, di antaranya Brazil, India, Argentina, Paraguay dan Afrika Selatan. Mereka menggunakan tanaman biotek untuk mendongkrak hasil tanamannya.
Sumber: kbrbsns

Sabtu, 19 Maret 2011

Ciri Morfologi Ikan Mas

Bentuk tubuh ikan mas agak memanjang dan memipih tegak (comprossed). Mulutnya terletak di bagian tengah ujung kepala (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil). Di bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham.


Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik kecuali pada beberapa
varietas yang hanya memiliki sedikit sisik. sisik ikan mas berukuran besar dan digolongkan ke dalam sisik tipe sikloid (lingkaran).


sirip punggungnya (dorsal) memanjang dengan bagian belakang berjarikeras dan di bagian akhir (sirip ketiga dan keempat) bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan permukaan sisip perut (ventral). Sirip duburnya (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yaitu berjari keras dan bagian akhirnya bergerigi. garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada di pertengahan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor.
sumber : Khairul Amri, S.Pi, M.Si dan Khairuman, S.P, AgroMedia Pustaka,

Jumat, 18 Maret 2011

CARA PINTAR BUDIDAYA CACING SUTRA

Bentuk tubuh cacing ini menyerupai rambut dengan panjang badan antara 1-3cm dengan tubuh berwarna merah kecoklatan dengan ruas-ruas. Cacing ini hidup dengan membentuk koloni di perairan jernih yang kaya bahan organik. Cacing ini meiliki 57% protein dan 13% lemak dalam tubuhnya.

Cacing sutra merupakan hewan hermaprodit yang berkembang biak
lewat telur secara eksternal. Telur yang dibuahi oleh jantan akan membelah
menjadi dua sebelum menetas.

Bahan organik yang baik untuk digunakan oleh cacing sutra adalah
campuran antara kotoran ayam, dedak (bekatul) dan lumpur. Berikut teknik budidaya cacing sutra:

1. Persiapan Bibit
Bibit bisa dibeli dari toko ikan hias atau diambil dari alam
Note: Sebaiknya bibit cacing di karantina dahulu karena ditakutkan
membawa bakteri patogen.

2. Persiapan Media
Media perkembangan dibuat sebagai kubangan lumpur dengan ukuran 1 x 2 meter yang dilengkapi saluran pemasukan dan pengeluaran air. Tiap tiap kubangan dibuat petakan petakan kecil ukuran 20 x 20 cm dengan tinggi bedengan atau tanggul 10 cm, antar bedengan diberi lubang dengan diameter 1 cm.

3. Pemupukan
Lahan di pupuk dengan dedak halus atau ampas tahu sebanyak 200 – 250 gr/M2 atau dengan pupuk kandang sebanyak 300 gr/ M2.

4. Fermentasi
Lahan direndam dengan air setinggi 5 cm selama 3-4 hari.

5. Penebaran Bibit
Selama Proses Budidaya lahan dialiri air dengan debit 2-5 Liter / detik

6. Tahapan Kerja Budidaya Cacing Sutra
Cacing sutra atau cacing rambut memang telah sejak lama dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pakan ikan. Harga jual yang relatif tinggi, membuat bisnis cacing sutra cukup banyak dilirik orang.

Namun sayangnya, tidak banyak orang yang memahami teknis pembudidayaan cacing sutra ini. Berikut tahapan kerja yang harus dilakukan dalam pembudidayaan cacing sutra.

• Lahan uji coba berupa kolam tanah berukuran 8 x 1,5 m dengan kedalaman 30 cm. Dasar kolam uji coba ini hanya diisi dengan sedikit lumpur.

• Apabila matahari cukup terik, jemur kolam minimum sehari. Bersamaan dengan itu, kolam dibersihkan dari rumput atau hewan lain yang berpotensi menjadi hama bagi cacing sutra, seperti keong mas atau kijing.

. Pipa air keluar atau pipa pengeluaran dicek kekuatannya dan pastikan berfungsi dengan baik. Pipa pengeluaran ini sebaiknya terbuat dari bahan paralon berdiameter 2 inci dengan panjang sekitar 15 cm.

. Usai pengeringan dan penjemuran, usahakan kondisi dasar kolam bebas dari bebatuan dan benda-benda keras lainnya.

Hendaknya konstruksi tanah dasar kolam relatif datar atau tidak bergelombang.

. Dasar kolam diisi dengan lumpur halus yang berasal dari saluran atau kolam yang dianggap banyak mengandung bahan organik hingga ketebalan dasar lumpur mencapai 10 cm.

. Tanah dasar yang sudah ditambahi lumpur diratakan, sehingga benar-benar terlihat rata dan tidak terdapat lumpur yang keras.

. Untuk memastikannya, gunakan aliran air sebagai pengukur kedataran permukaan lumpur tersebut. Jika kondisinya benar-benar rata, berarti kedalaman air akan terlihat sama di semua bagian.

. Masukkan kotoran ayam kering sebanyak tiga karung ukuran kemasan pakan ikan, kemudian sebar secara merata dan selanjutnya bisa diaduk-aduk dengan kaki.

. Setelah dianggap datar, genangi kolam tersebut hingga kedalaman air maksimum 5 cm, sesuai panjang pipa pembuangan.

. Pasang atap peneduh untuk mencegah tumbuhnya lumut di kolam.

. Kolam yang sudah tergenang air tersebut dibiarkan selama satu minggu agar gas yang dihasilkan dari kotoran ayam hilang. Cirinya, media sudah tidak beraroma busuk lagi.

. Tebarkan 0,5 liter gumpalan cacing sutra dengan cara menyiramnya terlebih dahulu di dalam baskom agar gumpalannya buyar.

. Cacing sutra yang sudah terurai ini kemudian ditebarkan di kolam budi daya ke seluruh permukaan kolam secara merata.

. Seterusnya atur aliran air dengan pipa paralon berukuran 2/3 inci.

7. Panen
Cacing Bisa dipanen setelah 8-10 hari.

sumber : Bambang Sunarno, IN AzNA Books, 2010

Penyakit ikan : Penyakit Streptococciasis

Penyakit Streptococciasis
Penyebab : Streptococcus agalactiae, S. iniae,

Bio — Ekologi Pathogen :
• Bakteri gram posi
tif, berbentuk bulat kecil (cocci), bergabung
menyerupai rantai, non-motil, koloni transparan dan halus.
• Infeksi Streptococcus iniae sering terjadi pada budidaya ikan air laut (kakap, kerapu), sedangkan S. agalactiae lebih banyak ditemukan pada ikan budidaya air tawar (nila).

• Pola serangan kedua jenis bakteri tersebut umumnya bersifat kronik – akut.
• Target organ infeksi Streptococcus spp. banyak ditemukan di otak dan mata. sehingga disebut "syndrome meningoencephalitis dan panophthalmitis". Penyakit ini sering dilaporkan pada sistem budidaya intensif, lingkungan perairan tenang (stagnant) dan/atau sistem resirkulasi,


• Secara kumulatif, akibat serangan penyakit ini dapat menimbulkan mortalitas 30-100% dari total populasi selama masa pemeliharaan: dan penyakit ini merupakan kendala potensial yang harus diantisipasi berkenaan dengan program intensifikasi dan peningkatan produksi nila nasional.

Gejala Klinis :
• Menunjukkan tingkah laku abnormal seperti kejang atau berputar serta mata menonjol (exopthalmus).
• Nafsu makan menurun, lemah, tubuh berwarna gelap, dan pertumbuhan lambat.
• Warna gelap di bawah rahang, mata menonjol, pendarahan, perut gembung (dropsy) atau luka yang berkembang menjadi borok.
• Adakalanya. tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas kecuali kematian yang terus berlangsung.
• Pergerakan tidak terarah (nervous) dan pendarahan pada tutup insang (operculum).
• Sering pula ditemukan bahwa ikan yang terinfeksi terlihat normal sampai sesaat sebelum mati.

Diagnosa
• Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)


Pengendalian:
• Desinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama proses pemeliharaan ikan
• Pencegahan secara dini (benih) melalui vaksinasi anti-Streptococcus spp.
• Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan
vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)

sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010

Jenis Makanan Yang Dapat Menjadi Makanan Ikan Gurame


Ikan gurame merupakan jenis ikan pemakan tumbuhan (herbivora). Ketika pada ukuran benih ikan gurame bersipat carnivora, oleh sebab itu jenis pakan yang diberikan pada waktu gurame ukuran benih yaitu berupa kutu air (Daphnia), cacing sutra. Sipat herbivora pada ikan gurame yaitu terjadi ketika ikan gurame telah dewasa. Adapun jenis pakan yang biasa diberikan pada ikan gurame yaitu sebagai berikut :
1. Daun talas/ daun keladi
2. Daun Sente
3. Daun singkong
4. Daun kangkung
5. Daun ubi jalar
6. Daun pepaya
7. Tauge : tauge kacang hijau, tauge kacang merah, tauge dari bibit padi muda
8. Labu
9. Pakan buatan (pellet)
10. Jagung rebus
11. Dedak
12. Ampas tahu
13. Bungkil kacang

BUDIDAYA LELE DI KOLAM TERPAL

Kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-sisi dindingnya dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi pada kolam tanah maupun kolam beton. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal dipres sehingga tidak terjadi kebocoran. Ukuran terpal yang di sediakan oleh pabrik bermacam ukuran sesuai dengan besar kolam yang kita inginkan. Pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif.

Keuntungan dari kolam terpal adalah :

a. Terhindar dari pemangsaan ikan liar.

b. Dilengkapi pengatur volume air yang bermanfaat untuk memudahkan pergantian air maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai dengan usia ikan.

c. Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro.

d. Lele yang dihasilkan lebih berkualitas, lele terlihat tampak bersih, dan tidak berbau dibandingkan pemeliharaan di wadah lainnya.


Gambar 2. Kolam terpal pemeliharaan lele

Langkah-langkah pembuatan kolam terpal adalah sebagai berikut :

1. Usahakan lahan yang sedikit rindang, tapi jangan langsung di bawah pohon.

2. Terpal, ukuran 4x3 meter (terpal jenis A3 lebih tebal), saat pemasangan sebaiknya ukuran terpal agak dilebihkan agar dapat dibentuk sesuai rangka/patok.

3. Bambu, diperlukan bambu yang dibelah besar, dengan ukuran 2,2 meter sebanyak kurang lebih 10 belahan, dan ukuran 3,2 meter sebanyakkurang lebih 10 belahan.

4. Tiang patok, diperlukan kayu yang nantinya bakal tumbuh agar bisa bertahan lama, seperti tanaman hanjuang atau apa saja yang kuat.Jangan menggunakan bambu karena masa pakainya terbatas.

5. Paku, digunakan untuk memaku belahan bambu ke patoknya.

6. Kawat, digunakan untuk mengikat terpal ke patok/bambu.

Setelah semua bahan tersedia, terlebih dulu ratakan tanah yang akan di pakai untuk mendirikan kolam terpal, jangan sampai ada benda tajam di atasnya. Lalu dirikanlah patok di empat sudut berbeda dengan ukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Kemudian pasang belahan bambu 4,2 meter untuk panjangnya dengan menggunakan paku, dan belahan bambu 3,2 meter untuk lebarnya. Pasang agak merapat agar rangka kolam kuat. Setelah semua terpasang, maka terpal dapat dipasang membentuk segi empat di dalam rangka tersebut. Ujung terpal di ikat kuat-kuat dengan kawat ke patok. Karena nantinya terpal akan diisi air, maka pastikan rangka kolam terpasang dengan kuat.

4.1 Peralatan Penunjang

Beberapa jenis alat yang diperlukan diantaranya adalah timbangan,alat tangkap (serok/lambit), ember dan lain-lain. Alat-alat tersebut biasanya dipakai untuk memanen ikan atau pada saat kegiatan sampling pertumbuhan bobot tubuh ikan.


Gambar 3. Timbangan, serok dan ember (kiri ke kanan)

4.2 Persiapan Kolam

Sebelum digunakan, sebaiknya kolam dipupuk terlebih dahulu.Pemupukan bermaksud untuk menumbuhkan plankton hewani dan nabati yang menjadi makanan alami bagi benih lele. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dengan dosis 500-700 gram/m2. Dapat pula ditambahkan urea 15 gram/m2, TSP 20 gram/m2, dan amonium nitrat 15 gram/m2. Tahapan pemupukannya adalah mula-mula kolam diisi air setinggi 30-50 cm dan dibiarkan selama satu minggu sampai warna air kolam berubah menjadi cokelat atau kehijauan, yang menunjukkan mulai banyak jasad-jasad renik yang tumbuh sebagai makanan alami lele. Kemudian secara bertahap ketinggian air ditambah, sebelum benih lele ditebar.

Pertumbuhan pakan alami pada media pemeliharaan (fitoplankton dan zooplankton) juga dapat dibantu dengan penggunaan probiotik/bakteri organik yang telah banyak tersedia. Penggunaan probiotik yang berlebihan (baik yang dicampur dalam pakan maupun ditebar langsung pada badan air/kolam) bukanlah tindakan yang bijak. Idealnya jenis dan takaran probiotik untuk setiap kolam berbeda-beda, tergantung dari kondisi masing-masing kolam berdasarkan hasil pemantauan berkala terhadap nilai pH (derajat keasaman), DO (oksigen terlarut), salinitas, suhu serta tingkat kejernihan air kolam, dan lainnya. Jenis dan kepadatan/konsentrasi kandungan bakteri pada setiap merk produk probiotik berbeda-beda. Dengan demikian penggunaannya pun hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan. Pemakaian probiotik yang berlebihan justru tidak tepat sasaran.

4.3 PENEBARAN BENIH

Sebelum benih ditebar, sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KMNO4 (Kalium Permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.

Penebaran benih hendaknya dilakukan pada pagi/sore hari. Pada kedua kondisi ini umumnya perbedaan nilai suhu air pada permukaan dan dasar kolam tidak terlalu besar. Jika perbedaan suhu air wadah benih dan air kolam tebar cukup signifikan, maka perlu dilakukan upaya penyamaan suhu air wadah benih secara bertahap terlebih dahulu agar benih tidak stres saat ditebarkan.

Kedalaman air kolam tebar pun hendaknya disesuaikan dengan jumlah dan ukuran benih. Sedapat mungkin hindari penebaran benih pada kondisi terik matahari secara langsung. Sebaiknya benih ikan tidak ditebar langsung dari wadah ke kolam. Cara yang sering dilakukan adalah menenggelamkan sekaligus wadah dan benih ikan ke dalam kolam tebar secara hati-hati, perlahan dan bertahap. Benih ikan akan mendapat kesempatan beradaptasi (walau sebentar) dengan lingkungan air kolam tebar sedini mungkin meskipun masih berada dalam wadahnya. Kemudian benih ikan dibiarkan keluar sendiri-sendiri dari wadahnya secara bertahap menuju lingkungan air kolam tebar yang sesungguhnya.

Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 100-150 ekor/m2 yang berukuran 8-10 cm.


Gambar 4. Benih ikan lele


4.4 PEMBERIAN PAKAN

Pakan yang diberikan berupa pelet dengan kandungan protein berkisar antara 26-28 %. Pemberian pakan ini dilakukan secara berkala dengan dosis 3-5 % dari bobot total ikan dan frekuensi pemberiannya sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang dan sore).

Pemberian pakan buatan (pelet) diberikan sejak benih berumur 2 minggu yaitu pakan berupa bentuk serbuk halus. Penghalusan butiran lebih praktis dengan menggunakan alat blender atau dengan cara digerus/ ditumbuk. Kemudian setelah itu berangsur-angsur gunakan pelet diameter 1milimeter barulah kemudian beralih ke pelet ukuran 2 milimeter (sesuai dengan umur ikan lele). Hal ini dimaksudkan agar pelet dapat dicerna lebih baik dan lebih merata oleh seluruh ikan sehingga meminimalisir terjadinya variasi ukuran ikan lele selama pertumbuhannya.




sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

Kamis, 17 Maret 2011

calon induk ikan nila











foto calon induk ikan nila betina











foto calon induk ikan nila jantan




a. Calon Induk Ikan Nila



- Badan berwarna cerah hitam keabu-abuan

- Bentuk tubuh Pipih (compress) dengan sisik penuh dan teratur

- Anggota atau organ tubuh lengkap, sisik teratur , tubuh tidak cacat dan tidak ada kelainan bentuk, tubuh tidak ditempeli oleh parasit, tidak ada benjolan, insang bersih, tutup insang normal (tidak tebal atau tipis) dan berlendir.

- Kekenyalan tubuh : kenyal dan tidak lembek

- Umur :

Jantan 6 – 8 bulan

Betina 6 – 8 bulan

- Panjang total :

Jantan 16 – 25 cm

Betina 14 – 20 cm

- Bobot Badan :

Jantan : 400 – 600 gram

Betina : 300 – 450 gram

TEKNIK PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa.




Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan : 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.

Pengembangan usaha budidaya ikan ini semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan penyakit. Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah.

Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversation Rate). Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo, Balai Pengembangan Benih Air Tawar (BPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk manghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele ”Sangkuriang”.

Perekayasaan ini meliputi produksi induk melalui silang-balik (tahun 2000), uji keturunan benih dari induk hasil silang-balik (tahun 2001), dan aplikasi produksi induk silang-balik (tahun 2002-2004). Hasil perekayansaan ini (lele sangkuriang) memiliki karakteristik reproduksi dan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.

Budidaya lele sangkuriang (Clarias sp) mulai berkembang sejak tahun 2004, setelah dirilis oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dengan Nomor Kepmen KP 26/Men/2004. Teknik budidaya lele sangkuriang tidak berbeda dengan lele dumbo, mulai dari pembenihan sampai pembesaran.

II. TEKNIK PEMIJAHAN LELE SANGKURIANG

2.1. Pematangan Gonad

Pematangan gonad lele sangkuriang dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 50 m2, keringkan selama 2-4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam, isi air setinggi 50-70 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 300 ekor induk ukuran 0,7-1,0 kg, beri pakan tambahan berupa pellet khusus lele dumbo sebanyak 3% setiap hari.

Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

2.2. Pematangan di bak

Pematangan gonad juga bisa dilakukan di bak. Caranya, siapkan baktembok ukuran panjang 8m, lebar 4m dan tinggi 1m; keringkan selama 2-4 hari, isi air setinggi 80-100 cm dan alirkan secara kontinyu, masukkan 100 ekor induk, beri pakan tambahan (pellet) sebanyak 3 persen/hari.

Catatan: induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

2.3.Seleksi

Seleksi induk lele sangkuriang dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh.

Tanda induk betina yang matang gonad :

- perut gendut dan tubuh agak kusam

- gerakan lamban dan punya dua lubang kelamin

- satu lubang telur satu lubang kencing

- alat kelamin kemerahan dan agak membengkak

Tanda induk jantan yang matang gonad :

- gerakan lincah, tubuh memerah dan bercahaya

- punya satu lubang kelamin yang memanjang, kemerahan, agak membengkak dan berbintik putih.

2.4. Pemijahan dan Pemeliharaan Larva

Pemijahan ikan lele sangkuriang dapat dilakukan dengan tiga carayaitu : pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi alami (induced spawning) dan pemijahan buatan (induced/artificial breeding). Pemijahan alami dilakukan dengan cara memilih induk jantan dan betina yang benar-benar matang gonad kemudian dipijahkan secara alami di bak/wadah pemijahan dengan pemberian kakaban. Pemijahan semi alami dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara alami. Pemijahan buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikkan hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan.

  1. Pemijahan Alami

- Siapkan bak berukuran panjang 2m, lebr 1m, dan tinggi 0,4 m

- Keringkan selama 2-4 hari

- Isi air setinggi 30 cm dan biarkan mengalir selama pemijahan

- Pasang hapa halus seusai ukuran bak

- Masukkan ijuk secukupnya

- Masukkan 1 ekor induk betina yang sudah matang gonad pada siang atau sore hari

- Masukkan pula 1 ekor induk jantan

- Biarkan memijah

- Esok harinya tangkap kedua induk dan biarkan telur menetas di tempat itu.

Hasil pemijahan alami lele sangkuriang biasanya kurang memuaskan. Jumlah telur yang keluar tidak banyak.

B. Pemijahan Semi Alami

- Perbandingan induk jantan dan betina 1:1 baik jumlah maupun berat

- Penyuntikkan langkahnya sama dengan pemijahan buatan

- Pemijahan langkahnya sama dengan pemijahan alami

C. Pemijahan Buatan

Pemijahan buatan memerlukan keahlian khusus. Dua langkah kerja yang harus dilakukan dalam sistem ini adalah penyuntikkan, pengambilan sperma dan pengeluaran telur.

    1. Penyuntikkan dengan ovaprim

Penyuntikkan adalah kegiatan memasukkan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang digunakan adalah ovaprim. Caranya, siapkan induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,3 mil ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikkan ke dalam tubuh induk tersebut; masukkan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 jam.

    1. Penyuntikkan dengan hypofisa

Penyuntikkan bisa juga dengan ekstrak kelenjar hypofisa ikan mas atau lele dumbo. Caranya siapkan induk betina yang sudah matang gonad ; siapkan 1,5 kg ikan mas ukuran 0,5 kg; potong ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutup insang; potong bagian kepala secara horizontal tepat dibawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypofisa; masukkan ke dalam gelas penggerus dan hancurkan; masukkan 1 cc aquabides dan aduk hingga rata; sedot larutan hypofisa itu; suntikkan ke dalam tubuh induk betina; masukkan induk yang sudah disuntik ke bak lain dan biarkan selama 10 jam.

    1. Pengambilan Sperma

Setengah jam sebelum pengeluaran tleur; sperma harus disiapkan. Caranya:

1. Tangkap induk jantan yang sudah matang kelamin

2. Potong secara vertikal tepat di belakang tutup insang

3. Keluarkan darahnya

4. Gunting kulit perutnya mulai dari anus hingga belakang insang

5. Buang organ lain di dalam perut

6. Ambil kantung sperma

7. Bersihkan kantung sperma dengan tisu hingga kering

8. Hancurkan kantung sperma dangan cara menggunting bagian yang paling banyak

9. Peras spermanya agar keluar dan masukkan ke dalam cangkir yang telah diisi 50 ml (setengah gelas) aquabides

10. Aduk hingga homogen.

2.5. Pengeluaran Telur

Pengeluaran telur dilakukan setelah 10 jam dari peyuntikkan, namun 9 jam sebelumnya diadakan pengecekkan.

Cara pengeluaran telur:

1. Siapkan 3 buah baskom plastik, 1 botol Natrium Chlorida (infus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu

2. Tangkap induk dengan sekup net

3. Keringkan tubuh induk dengan lap

4. Bungkus induk dengan lap dan biarkan lubang telur terbuka

5. Pegang bagian kepala oleh satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya

6. Pijit bagian perut ke arah lubang telur

7. Tampung telur dalam baskom plastic

8. Campurkan larutan sperma ke dalam telur

9. Aduk hingga rata dengan bulu ayam

10. Tambahkan Natrium Chlorida dan aduk hingga rata

11. Buang cairan itu agar telur-telur bersih dari darah

12. Telus siap ditetaskan.

2.6. Penetasan

Penetasan lele sangkuriang dimasukkan ke dalam bak tembok. Caranya :

1. Siapkan sebuah bak tembok ukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m

2. Keringkan selama 2-4 hari

3. Isi bak tersebut dengan air setinggi 30 cm dan biarkan air mengalir selama penetasan

4. Pasang hapa halus yang ukurannya sama dengan bak

5. Beri pemberat agar hapa tenggelam (misalnya kawat behel yang diberi selang atau apa saja

6. Tebarkan telur hingga merata ke seluruh permukaan hapa

7. Biarkan telur menetas dalam 2-3 hari.

Penetasan telur sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan penggantian air yang kotor akibat pembusukan telur yang tidak terbuahi. Peningkatan oksigen terlarut dapat pula diupayakan dengan pemberian aerasi.

Telur lele sangkuriang menetas 30-36 jam setelah pembuahan pada suhu 22-25 0C. Larva lele yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kantung telur (yolksack) yang akan diserap sebagai sumber makanan bagi larva sehingga tidak perlu diberi pakan. Penetasan telur dan penyerapan yolksack akan lebih cepat terjadi pada suhu yang lebih tinggi. Pemeliharaan larva dilakukan dalam hapa penetasan. Pakan dapat mulai diberikan setelah larva berumur 4-5 hari atau ketika larva sudah dapat berenang dan berwarna hitam.

III. MANAJEMEN KESEHATAN DAN LINGKUNGAN

Kegiatan budidaya lele sangkuriang di tingkat pembenih/pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembenihan, penyakit banyak ditimbulkan oleh adanya serangan organisme pathogen sedangkan pada kegiatan pembesaran, penyakit biasanya terjadi akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan.

Kegagalan pada kegiatan pembenihan ikan lele dapat diakibatkan oleh serangan organisme predator (hama) ataupun organisme pathogen (penyakit). Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain insekta, ular, atau belut. Serangan lebih banyak terjadi bila pendederan benih dilakukan di kolam tanah dengan menggunakan pupuk kandang. Sedangkan organisme pathogen yang lebih sering menyerang adalah Ichthiopthirius sp, Trichodina sp, Dacttylogyrus sp, dan Aeromonas hydrophyla.

Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan kolam di sekeliling kolam.

Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan manajemen lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Bila serangan sudah terjadi,benih harus dipanen untuk diobati. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.

Manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam dan tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disinfeksi (bila diperlukan), pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan probiotik.

Budidaya cacing tanah untuk pakan belut

cacing tanah termasuk pakan alami bagi belut yang mudah dan cepat dibudidayakan. Di alam, hewan yang memiliki nama latin Lumbricus rubellus ini hidup di tanah berhumus. biasanya di tempat pembuangan sampah yang lembap. Hewan ini Hidup di dalam tanah atau di bawah tumpukan sampah.

sebenarnya cacing tanah bisa dikembangkan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan tempat berupa kotak kayu atau terpal berukuran 0,5 x 0,5 meter yang di bagian pinggirnya diberi penyangga bambu.
2. Siapkan media pemeliharaan cacing tanah, yakni kotoran sapi secukupnya, sisa sayuran yang telah membusuk, tanah, dan serbuk gergaji. Hindari memasukkan bahan-bahan seperti kulit jeruk atau bawang merah ke dalam media pembesaran cacing. Kotoran sapi yang baik untuk digunakan pada budi daya cacing tanah adalah kotoran yang masih berada dalam perutsapi. Kotoran ini bisa didapatkan di tempat pemotongan hewan.
3. Campur semua bahan menjadi satu, lalu masukkan ke dalam wadah pemeliharaan cacing.
4. Masukkan bibit cacing, banyaknya sekitar 1 ons (100 gram). Dalam waktu sekitar 1-2 minggu cacing sudah berkembang biak dalam jumlah banyak. Agar tidak menumpuk, cacing yang akan diberikan sebagai pakan sebaiknya dipisahkan.

sumber : Drs. Ruslan Roy, MM dan Bagus Harianto, Agromedia Pustaka, 2009

Pekarangan Rindang Burung Pun Datang

© Burung Indonesia/Taufan Arifin

Mengagumi indahnya berbagai jenis burung, mengamati perilakunya yang lucu, dan mendengar merdu kicauan burung yang terbang bebas kian kemari dapat dilakukan di pekarangan rumah kita sendiri. Jika diamati dengan seksama, beberapa jenis burung senantiasa berada di sekitar kita. Mereka memang merupakan jenis-jenis yang umum ditemui di pemukiman dan kerap kali mampir untuk sekedar bercengkrama, mencari makan, bahkan untuk tidur dan bersarang di pekarangan rumah. Sebut saja cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), prenjak jawa (Prinia familiaris), burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis) dan cabai jawa (Dicaeum trochileum).

Burung-burung ini suka mengunjungi pekarangan terutama pada pagi hari. Mereka menyukai pekarangan yang banyak ditumbuhi pepohonan. Bondol haji (Lonchura maja) senang membangun sarang di pucuk pohon cemara, atau di sela-sela daun palem yang aman dari jangkauan pemangsa seperti kucing rumah. Cabai jawa menyukai buah-buah kecil yang ranum seperti buni (Antidesma bunius), kersen (Muntingia calabura), dan lobi-lobi (Flacourtia inermis), sementara burung madu sriganti lebih menyukai madu bunga seperti dadap (Erythrina crystagalii), asoka (Ixora sp) dan pisang hias (Heliconia spp).

Mengundang mereka ke pekarangan kita bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dilakukan. Kita telah mengetahui bahwa burung memerlukan beberapa hal mendasar seperti tempat berlindung dan bersarang, makanan serta air.

Menanam pohon buah dan bunga-bungaan dapat menjadi salah satu cara yang jitu untuk menarik perhatian burung. Pepohonan dan berbagai jenis bunga di pekarangan rumah tentu saja akan mempercantik surga kecil kita. Pohon-pohon itu merupakan komponen yang penting dalam menarik perhatian burung-burung untuk mengunjungi pekarangan kita.

Kerimbunan pohon buah-buahan, seperti jambu, rambutan, dan mangga adalah tempat yang menyenangkan bagi burung-burung untuk bertengger dan bersarang. Begitu juga dengan kehadiran berbagai jenis bunga seperti asoka, bakung, kembang sepatu merupakan daya tarik bagi berbagai macam serangga yang merupakan makanan favorit bagi beberapa jenis burung seperti kipasan belang (Rhipidura javanica) dan Remetuk laut (Gerygone sulphurea).

Tumbuhan Penting Pemikat Burung

Tanamlah berbagai jenis tanaman, pohon dan semak. Lansekap yang bagus adalah jika memiliki cukup banyak jenis tanaman. Semakin beragam jenis yang ditanam, semakin banyak pula jenis burung yang datang.

Ada beberapa tipe tumbuhan yang penting bagi habitat burung. Yang pertama adalah tumbuhan yang termasuk pohon peneduh yaitu pohon berdaun jarum seperti jenis-jenis pinus dan cemara. Pohon lainnya yang rindang seperti beringin, pohon kapuk, dan pohon sengon juga penting sebagai peneduh pekarangan sekaligus tempat berteduh burung. Pada siang hari, saat panas terik, burung-burung tidak terlalu aktif dan lebih suka berteduh di bawah rindangnya pepohonan.

Tumbuhan lainnya adalah keluarga rerumputan dan polong-polongan seperti angsana, akasia, asoka dan dadap. Tumbuhan tersebut selain menyediakan perlindungan bagi burung-burung yang bersarang dekat tanah, juga menyediakan biji-bijian untuk makanan. Pohon dadap menjadi tempat favorit untuk bersarang bagi jenis-jenis prenjak jawa (Prinia familiaris) dan Cinenen jawa (Orthotomus sepium).

Tumbuhan penghasil nektar sangat populer bagi burung madu serta sesap madu yang memang menyukai nektar bunga. Karenanya, tanaman hias maupun tanaman bunga seperti dadap, pisang hias, dan palem sangat baik untuk menarik perhatian burung. Demikian pula dengan pohon buah-buahan. Saat musim bunga sebelum berbuah, pohon-pohon seperti jambu, mangga dan rambutan seringkali didatangi burung. Burung cabai jawa (Dicaeum trochileum)suka sekali mengunjungi pohon kersen saat musim berbuah tiba.

Terakhir, yang tak kalah pentingnya adalah pohon yang berbiji. Pohon ini juga dapat menarik perhatian burung-burung. Selain daging bijinya, pohon berbiji juga menjadi tempat yang bagus untuk bersarang.

Pekarangan, Konsep Lokal Untuk Taman

Dalam arsitektur lansekap, kita mengenal berbagai macam taman dengan gaya beragam. Setiap negara memiliki konsep untuk taman yang unik dengan ciri khasnya masing-masing. Sebagai contoh, Jepang dikenal dengan tanaman serba pangkas yang dipadukan dengan elemen batu. Eropa dikenal dengan gaya yang formal dan penuh warna. Indonesia memiliki konsep taman sendiri yang kita kenal dengan pekarangan.

Bondol Haji suka bersarang di pohon palem
© Burung Indonesia/Fahrul P. Amama

Dibandingkan dengan konsep taman lainnya, pekarangan merupakan lahan yang lengkap dengan fungsi-fungsi tertentu. Misalnya fungsi bermain untuk anak-anak, fungsi sosial budaya sebagai tempat berkumpul anggota keluarga maupun kerabat dan tetangga, fungsi ekonomi produksi yaitu kebun sayur, buah dan tanaman obat, serta fungsi yang tak kalah pentingnya yaitu fungsi ekologis, sebagai koridor yang menghubungkan pemukiman dengan habitat alami.

Pekarangan yang baik memiliki komponen yang sangat beragam, baik vertikal maupun horisontal. Secara vertikal, pekarangan sebaiknya memiliki strata mulai dari lumut, rumput, hingga pohon tinggi. Tanaman epifit dan liana merambat juga termasuk dalam keragaman vertikal. Sementara keragaman horisontal dapat dibagi berdasarkan fungsi tanaman: tanaman hias, umbi-umbian, penghasil buah, tanaman obat, sayuran, serta pohon peneduh.

Burung Gereja menikmati pakan berupa biji-bijian yang disediakan di bird-feeder yang dipasang di pekarangan
© Burung Indonesia/Fahrul P. Amama

Di Jawa Barat, pekarangan dibagi zonasinya menjadi tiga wilayah. Halaman depan disebut buruan yang biasanya didominasi oleh tanaman hias dan buah sebagai elemen “main entrance” atau semacam “welcome area”. Halaman samping disebut pipir yang biasanya ditanami tanaman produktif untuk baik buah maupun obat-obatan. Sementara bagian belakang biasa disebut kebon yang ditanami pohon buah-buahan, bumbu, obat-obatan serta sayuran dan biasanya juga menjadi lokasi kolam.

Konsep pekarangan yang sempurna sangat baik dalam menghadirkan habitat mini bagi hidupan liar. Pekarangan yang ditumbuhi oleh tanaman pemikat burung secara otomatis akan menghadirkan burung dan juga satwa liar lainnya seperti kupu-kupu, kumbang, maupun kelelawar. Namun untuk mendapatkan bentuk ideal pekarangan dengan strata yang cukup lengkap, dibutuhkan lahan yang cukup luas, minimal 100 meter persegi. Bagi rumah-rumah di wilayah perkotaan yang memiliki keterbatasan lahan, solusinya adalah vertical culture. Seperti menanam tanaman di pot berjenjang, menanam di pot gantung (hanging garden), di tiang vertikal, maupun di atap. Dengan begitu lahan yang terbatas dapat dioptimalkan untuk menghadirkan pekarangan yang khas Indonesia dan tetap menarik bagi burung (Fahrul Amama)

Liana dan epifit menambah keragaman strata vertikal.
© Burung Indonesia/Fahrul P. Amama

Sumber: Rujak